Haruskah UKT Terus Digantungkan?
Uang
Kuliah Tunggal atau yang sering disebut UKT sedang menjadi perbincangan hangat
di beberapa diskusi di Undip.
Mulai dari diskusi kecil antar mahasiswa, diskusi bulanan yang diadakan Badan
Eksekutif Mahasiswa khususnya departemen Kebijakan Publik hingga diskusi di
tingkat fakultas dan universitas.
Gencarnya
diskusi mulai berhenti sejak aksi yang dilakukan ratusan mahasiswa di depan
Widya Puraya Undip, dan diakhiri
dengan penandatanganan MoU oleh rektor . Mahasiswa seakan sudah merasa lebih tenang dengan MoU
rektor Undip yang isinya merumuskan
biaya UKT yang terjangkau, meningkatkan mutu infrastruktur dan fasilitas
kampus, adanya pengawasan dan
transparansi terhadap alokasi dana kemahasiswaan, jaminan kepada seluruh mahasiswa Undip yang
tidak mampu.
Mahasiswa
di sini
memang bukan sebagai penentu kebijakan, apa sebenarnya peran mahasiswa dalam
rangka kebijakan UKT ini?, peran mahasiswa sebagai komponen yang
mencerdaskan, dalam artian memberikan pengetahuan pada mahasiswa lain mengenai
hal tersebut. Yang kedua, peran mahasiswa menjadi pressure atau penekan stakeholder
dalam penentuan kebijakan. Dua peran mahasiswa yang dikatakan oleh Zulkifli (Staff ahli Kemensospol Bem KM Undip) pada
diskusi di FKM
tanggal 4 Juni lalu.
Walaupun
pada akhirnya UKT tidak diberlakukan tahun ini, namun ada kemungkinan UKT akan
diberlakukan tahun depan. UKT hanya ditunda, seperti halnya kenaikan BBM
beberapa waktu lalu yang pelaksanaannya juga ditunda. Sebenarnya ada maksud apa
di balik
keputusan ini? Sampai sekarang masih belum
bisa diprediksi.
Ketidakjelasan
mengenai tarif tunggal memang tidak ada habisnya, pada kesempatan diskusi lingkar persma 9 juni 2012
yang diadakan di gedung Fakultas Ilmu Sosilal dan Ilmu Politik dampak tarif
tunggal kembali dibahas baik
untuk saat ini sampai 4-5 tahun ke depan.
Opini
datang dari berbagai fakultas yang intinya jika tarif tunggal diterapkan secara total, maka pengeluaran mahasiswa selama 8
semester jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan penetapan tarif biasa. Banyak yang
bertanya-tanya mengenai kebijakan tarif tunggal antaralain mengenai nominal dari
ukt itu sendiri. Nominal dari ukt ditentukan oleh kebutuhan fakultas masing-masing selama satu tahun dibagi dengan
jumlah mahasiswa yang masuk.
Perhitungan
pembayaran uang kuliah tunggal adalah membagi seluruh biaya kuliah selama 8
semester, pertanyaannya adalah jika ada mahasiswa yang lulus lebih dari 8 semester , maka perhitungan pembayarannya
akan masuk kemana? Berdasarkan opini yang disampaikan oleh mahasiswa
fakultas hukum
bahwa seluruh biaya kuliah dari awal mahasiswa masuk sampai lulus nanti sudah
masuk dalam perhitungan 8 semester, jadi jika ada mahasiswa yang lulus lebih
dari 8 semester maka kuliahnya gratis bahkan kuliah sampai batas maksimal
pun tetap gratis.
Tujuan awal penerapan
tarif tunggal adalah untuk meringankan beban orangtua mahasiswa agar tidak
mengeluarkan biaya mahal di awal kuliah, namun jika tarif tunggal diterapkan
ibarat kredit motor, di awal mengeluarkan sedikit tetapi jumlah total yang
dikeluarkan jauh lebih besar. Seharusnya jika ‘semesteran’ naik maka beasiswa ikut naik. Salah satu beasiswa yang
dapat diandalkan adalah beasiswa bidik misi, tetapi apakah beasiswa bidik misi
sudah tepat sasaran atau belum, kejelasannya masih dipertanyakan, solusinya
mahasiswa dapat mencari beasiswa dari swasta tetapi beasiswa tersebut tidak
dapat diandalkan karena tidak semua membiayai mahasiswa kurang mampu sampai
akhir masa perkuliahan.
Satu lagi yang menjadi pertanyaan dari UKT
yaitu tentang kestabilan keuangan Universitas. Hal ini dikarenakan biasanya
universitas menerima uang dengan jumlah yang besar di awal. Pada penerapan UKT, universitas hanya menerima sekitar dua puluh
lima persen dari biasa yang diterima oleh universitas.. Selain itu, dengan diberlakukannya UKT keuangan
universitas akan stabil dalam jangka waktu 4 tahun, dikarenakan pembayaran seluruh biaya kuliah yang
harusnya besar di awal harus dicicil selama 4 tahun. Otomatis
hal ini akan berdampak pada penentuan anggaran baik itu untuk pembangunan
maupun kegiatan mahasiswa. Sedangkan saat
mencapai angka kestabilan, tentunya keuangan yang dimiliki universitas memenuhi
angka yang melebihi dari anggaran yang
dipangkas pada saat keuangan belum mencapai kestabilan.
Polemik mengenai UKT terus bergulir. Kabar
yang simpang siur semakin mengacaukan pemahaman tentang UKT. Pemerintah dalam
hal ini yang menjadi stakeholder,
seharusnya mampu mengatasi hal ini salah satunya dengan mengadakan sosialisasi
mengenai UKT dan membuat satu sistem yang matang dimana bisa meyakinkan mahasiswa bahwa UKT
sebenarnya memiliki tujuan yang kuat untuk keberlangsungan pendidikan mahasiswa.
Selama ini Pemerintah hanya memberikan
statement sebenarnya UKT itu menguntungkan bagi mahasiswa tanpa menjelaskan
dengan detail mengenai keuntungan tersebut. (Diana,
Zulfa)
Post a Comment