Mendaki Bersama Keindahan dan Mitos
Hari Pahlawan disambut gembira
seluruh masyarakat Indonesia, tak terkecuali oleh mahasiswa Universitas
Diponegoro. Mereka mempunyai cara berbeda untuk merayakan Hari Pahlawan, yaitu
dengan melakukan pendakian puncak Gunung Lawu. Pendakian yang dimulai pada
Jumat, 9 November 2012 yaitu dengan memulai perjalanan ke Tawangmangu, Jawa
Tengah pukul 16.30 WIB. Perjalanan ke Tawangmangu di tempuh sekitar 6 jam
menggunakan truk. Sekitar 100 peserta tapak lawu, mayoritas diikuti oleh laki-laki,
hanya 9 perempuan dalam rombongan ini. Selain dari KOMPAS Undip dan mahasiswa
mesin, peserta juga berasal dari Transmapala, Piramid, Matrapala, FKM,
Peternakan, ada juga peserta dari masyarakat umum dari luar komunitas pecinta
alam.
Tujuh mahasiswa FKM yang ikut
serta dalam acara “Tapak Lawu” yaitu Panji Sukmo Umbaran, Maulana, Citrandy
Pamungkas, Denny dari kelas B, Ririh Prayogi dan Prasena Aji dari kelas D dan
Ikke dari kelas E FKM 2010. Tujuh pendaki ini melakukan pendakian atas nama FKM.
Ada perasaan aneh yang timbul saat teman-teman dari pecinta alam lain bertanya
pada kami “FKM gak punya PA (red:
pecinta alam) ya?” kalimat ini yang selalu terdengar selama kami melakukan
pendakian masal puncak lawu.
Terdapat dua jalur pendakian
Gunung Lawu, yaitu jalur Cemoro Kandang yang berada di kawasan Jawa Tengah dan
Cemoro Sewu yang berada di Jawa Timur. Untuk pendakian kali ini, kami memilih basecamp di dekat pintu gerbang jalur
Cemoro Kandang. Sekitar pukul 24.00 peserta “Tapak Lawu” sampai di daerah
Temanggung, Jawa tengah. Setiba di sana langsung makan malam dan beristirahat
di basecamp dengan ketinggian 1805
mDPL.
Gunung Lawu terletak di
perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur tepatnya di daerah Karanganyar dan
Magetan. Gunung dengan ketinggian 3265 mDPL ini memiliki keunikan tersendiri
dengan mitos-mitos yang terdengar darinya. Selain beberapa kisah pewayangan
yang membuat gunung ini lebih menarik, juga terdapat beberapa hal unik yang
tidak kita jumpai di gunung yang lain. Pendakian dimulai dari jalur Cemoro
Kandang pada hari sabtu, 10 November 2012 pukul 07.30 dan bertepatan dengan
Hari Pahlawan. Rute cemoro Kandang lebih panjang dari pada Cemoro Sewu. Langkah
awal kita disambut dengan track yang cukup terjal yang membuat beberapa pendaki
khususnya pemula menjadi kewalahan. Perjalanan dari basecamp menuju pos I memakan hampir 2 jam dengan ritme langkah
yang santai. Selesai meninggalkan pos II pendaki mulai dimanjakan dengan “bonus
track” yang cukup panjang dan landai sehingga kita bisa melenggang dengan
anggun menuju pos III yang jaraknya cukup jauh dan hampir membuat pendaki
kehilangan semangat. Tapi hal itu terbayarkan dengan adanya bunga edelweis yang
menemani sepanjang pendakian.
Perjalanan dari pos III ke pos
IV, kita bertemu dengan dengan burung dengan paruh kuning, yang sering disebut
burung jalak lawu yang menjadi petunjuk arah bagi para pendaki. Konon diyakini
kalau pendaki tidak bertemu dengan jalak lawu tersebut, maka dia sedang
tersesat. Sekitar pukul lima sore sampai di pos IV dan dari pos tersebut
pejalanan kami diiringi oleh hujan yang cukup membuat kita menggigil
kedinginan. Perjalanan dari pos IV menuju pos V hanya memakan waktu 30 menit.
Pos V yang sering disebut “hargo
dalem” membuat gunung lawu beda dari yang lain, yaitu terdapat warung Mbok Yem dengan fasilitas lengkap. Jarak
dari hargo dalem ke hargo dumilah (puncak tertinggi di gunung lawu) sekitar 30
menit dengan track yang cukup terjal. Di hargo dumilah kita bisa melihat
pemandangan yang sangat indah dari ketinggian 3265 mDPL. Dari hargo dumilah
kita bisa melihat pemandangan alam yang sangat luar biasa, dari sini juga kita
bisa melihat kawah kuning yang berada tepat di bawah puncak argo dumilah. Waktu
yang tepat untuk menikmati pemandangan di puncak lawu yaitu saat mulai sunrise sampai sekitar pukul 9 pagi,
karena cuaca di puncak sangat mudah berubah-ubah. Mendapatkan sunrise dengan pemandangan yang
menakjubkan merupakan keberuntungan terbesar. (Ikke)
PH masa kini ya?
ReplyDeleteSeru bangetttt....
Pengeeeen :p