Semawis dan Akulturasi Budaya Cina-Jawa
Bagi warga Semarang pasti sudah tak asing mendengar nama kawasan Pecinan. Karena di tempat ini mayoritas penduduknya adalah warga etnis Tionghoa. Di tempat ini pula lah selalu ditunggu-tunggu event yang diadakan tiap tahun untuk menyambut Tahun Baru Imlek. Event tersebut ialah Pasar Imlek Semawis atau biasa disebut Pasar Semawis saja. Ini sejenis pasar malam ala etnis Tionghoa. Kenapa begitu? Karena di dalamnya banyak dijual berbagai pernak-pernik untuk menyambut imlek yang serba merah, penjualnya pun mayoritas berasal dari etnis Tionghoa, dan pagelaran-pagelaran yang disuguhkan juga tentunya kental dengan budaya Cina.
Acara yang diadakan selama 3 hari terhitung dari tanggal 6-8 Februari 2013 ini bisa dibilang cukup meriah. Terhitung ada lebih dari 20 stand yang turut memeriahkan Pasar Semawis 2013 ini. Antusias warga Semarang menyambut Pasar Semawis ini juga sangat luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan sangat padatnya jalan dari dan ke arah kawasan Pecinan ini.
Namun, ada beberapa hal yang seharusnya diperhatikan oleh pihak penyelenggara. Pertama adalah mengenai persiapan. Diumumkan bahwa acara mulai dari pukul 09.00-22.00 WIB, seharusnya segala sesuatunya sudah dipersiapkan sebelum pukul 09.00 WIB. Sehingga ketika pengunjung datang di antara jam itu, sudah bisa menikmati suasana Pasar Semawis dengan leluasa. Sayangnya, ketika reporter LPM Publica Health melakukan reportase pada sore hari di hari pertama, masih terlihat banyak stand yang masih bebenah. Artinya, stand-stand tersebut belum siap dalam menyambut pengunjung yang datang.
Kedua adalah mengenai kebersihan lingkungan. Walaupun namanya pasar malam, tetapi seharusnya tetap dijaga kebersihan lingkungannya. Agar pengunjung juga tetap nyaman selama berada di dalam area Pasar Semawis ini. Tetapi, yang terjadi di sini adalah ada kesan kumuh di beberapa tempat. Terutama di stand-stand yang menjual makanan. Sampah berserakan di mana-mana, bahkan tercium bau yang tidak sedap.
Ketiga adalah ketersediaan lahan parkir dan pengaturan lalu lintas dari dan ke arah kawasan Pecinan. Banyak pengunjung yang merasa ‘tertipu’ dengan beberapa oknum tukang parkir. Hal ini dikarenakan banyak tukang parkir dadakan yang menyuruh pengunjung parkir di tempat yang sangat jauh dari tempat acara. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan pengunjung mengenai tempat acara yang berbeda dari tahun sebelumnya. Lalu lintas dari dan ke arah tempat berlangsungnya Pasar Semawis setelah memasuki kawasan Pecinan, bisa dibilang sangat semrawut. Seharusnya ada pengaturan lalu lintas yang lebih teratur agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ada yang unik di Pasar Semawis 2013 ini. Salah satunya adalah pertunjukkan wayang potehi. Ini semacam wayang golek kalau di Indonesia. Hanya saja dari cerita dan tokoh, wayang ini kental sekli dengan kebudayaan Cina. Pertunjukan wayang potehi ini sendiri sudah sangat jarang ditemui di Indonesia. Ada juga satu stand yaitu catur cina. Berbeda dengan catur-catur biasa, pion-pion dalam catur cina ini berbentuk bulat pipih. Dan tak banyak orang yang bisa memainkan catur cina ini. Ternyata kalau kita menyusuri tiap jengkal dari Pasar Semawis ini lebih dalam lagi, tidak melulu dijajakan sesuatu yang berbau Cina. Bahkan ada seorang penjual yang menjajakan topeng reog dan barang-barang lain yang njawani sekali. Maksudnya adalah mereka menjajakan barang-barang yang sebenarnya merupakan khas dari budaya Jawa.
Pihak penyelenggara sepertinya juga tak mau saklek dengan mengusung tema bernuansa Cina saja. Akulturasi budaya Cina dan Jawa terlihat mencolok sekali ketika acara penutupan hari Jumat lalu. Di panggung utama, digelar pementasan Jaka Tarub. Uniknya, pementasan yang aslinya sarat dengan nuansa khas Jawa tulen dapat disisipi dengan atraksi barongsai, tanpa mengubah alur cerita yang ada. Inilah bukti bahwa akulturasi budaya yang dikemas sedemikian rupa ternyata dapat menjadi suatu pertunjukkan yang sangat baik. (Rizki Amalia R.)
Suasana sebelum pembukaan Pasar Imlek Semawis 2013 |
Lampion-Lampion Semawis |
Post a Comment