Tanda Tangan FCTC, Langkah Serius Hadapi Industri Rokok
Photo : Edlin Shufi Adam |
rokok secara bebas dengan ilusi pembodohan dan doktrin bahwa merokok itu keren, merokok itu jantan, dan lain sebagainya juga mempunyai pengaruh besar. Belum adanya regulasi tegas mengenai kawasan bebas asap rokok juga mengakibatkan perokok dapat merokok dimana saja. Oleh sebab itu, Indonesia pada tahun 2003 ikut dalam sidang majelis kesehatan dunia yang diadakan WHO untuk membahas penetapan FCTC (Framework Convention On Tobacco Control).
FCTC adalah traktat internasional pertama di dalam bidang kesehatan masyarakat. Negara-negara yang menghadiri majelis tersebut adalah negara yang mengkhawatirkan massifnya produksi, konsumsi, dan pengiklanan produk tembakau. Fokus utama dalam FCTC tersebut berisi 4 hal yaitu peningkatan cukai, pengendalian tembakau dari sektor pajak, pelarangan iklan rokok secara menyeluruh dan penetapan kawasan tanpa rokok. Dengan meningkatkan pajak rokok negara dan meningkatkan cukai, negara akan mendapatkan keuntungan yang lebih sehingga dapat menurunkan tingkat konsumsi rokok. Pelarangan iklan rokok adalah strategi untuk melindungi anak-anak dan remaja dari pencitraan industri rokok yang menyesatkan. Sedangkan penerapan kawasan tanpa rokok adalah strategi untuk melindungi hak non perokok untuk tetap dapat menghirup udara bebas tanpa polusi asap rokok. Terakhir, peringatan kesehatan bahaya merokok berbentuk gambar.
Sayangnya, sampai saat ini Indonesia sebagai salah satu negara yang turut merumuskan FCTC belum juga menandatanganinya. Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia yang belum menandatangani traktat tersebut. Sehingga dalam konteks ini, Indonesia dianggap negara yang tidak memiliki komitmen dalam perlindungan kesehatan warga secara internasional. Dengan belum adanya penandatanganan FCTC, pemerintah harus mempunyai komitmen tegas untuk menandatangani traktat tersebut. Ketidaktegasan pemerintah tersebut mengakibatkan tingkat konsumsi rokok masyarakat semakin meningkat.
Diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk mendesak pemerintah khususnya presiden dalam mengakses traktat tersebut. Kerjasama sama antara pihak-pihak yang memiliki peran penting seperti Kementrian kesehatan, pejabat pemerintah, Rektor universitas, LSM terkait dan peran dari pergerakan mahasiswa sangat berpengaruh. Dengan adanya kerjasama dan koordinasi yang baik, Negara Indonesia akan mengadvokasi aksesi traktat tersebut. Semoga sebelum terjadi adanya pengalihan kekuasaan RI 1 pada bulan Oktober Indonesia sudah mengaksesi traktat tersebut. (Edlin Shufi Adam)
Post a Comment