Menghadapi MEA dengan mewujudkan "Safety" lewat K3
Photo : OSH Forum FKM UNDIP |
Mudji Handaya menuturkan bahwa, “Masyarakat Indonesia mengetahui tentang K3 sudah terlanjur ‘tua’ dan pada saat setelah bekerja di suatu perusahaan. Dari 112 juta angkatan kerja Indonesia, yang berstatus sebagai tenaga terampil K3 hanya sebesar 55.825 orang.”
Ia juga mengatakan bahwa posisi K3 di Indonesia sudah memiliki aturan yang berstandar internasional, namun implementasinya masih kurang. K3 berkembang sejajar dengan garis teknologi yang harus selalu dilakukan upgrade, sedangkan perusahaan Jasa K3 (PJK3) belum ada yang melakukan upgrade. Sehingga terjadi kesenjangan antara ahli K3 yang belajar secara mandiri dan yang tidak. Disamping hal itu, Ahli K3 Indonesia sudah memiliki kriteria yang berstandar internasional. Sejauh ini, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbarui undang – undang yang berkaitan dengan K3 sudah dilakukan, salah satunya dalam lima tahun terakhir, namun usulan – usulan tersebut selalu gagal. Hal ini dapat disebabkan masih banyak yang menurut pemerintah pusat lebih ‘menarik’, contohnya UU Pilkada.
“Buktikan kemampuan ahli K3 dengan training dan lakukan sertifikasi, lalu wujudkan hasil kelulusan sertifikasi tersebut dalam bentuk kartu yang selalu dibawa saat bekerja di lapangan. Supaya pekerja percaya bahwa ahli K3 itu benar-benar orang yang berhak melakukan inspeksi.” Tutur Ari Saptama selaku Safety Strategy Manager HSSE Corporate
“Personel K3 juga harus memiliki kompetensi atas dasar pendidikan, pelatihan, dan keterampilan, dan pengalaman yang sesuai. Untuk hal itu, diperlukan proses, waktu, biaya, dan upaya yang tidak sedikit.” Ujar Herwiyanto selaku Head Training of PT.Freeport.
Peran perusahaan sendiri dalam menghadapi MEA yaitu membudayakaan safety tercipta di perusahaan, menjadi fasilitator bagi pekerja, dan melakukan program yang menunjang terciptanya budaya K3, baik program berskala nasional maupun internasional dan dengan kesadaran sendiri. Diperlukan juga training pendukung dengan tujuan supaya pekerja setelah pensiun masih sehat dan bisa melanjutkan hidup tanpa terlibat lagi dengan pekerjaannya. Tanpa K3, perusahaan bisa collapse. Untuk mewujudkan safety sebagai budaya atau nilai harus disesuaikan kondisinya di masing – masing perusahaan secara sistem maupun pendekatan yang akan dilakukan. “Jika kita memberi contoh, lama – kelamaan budaya akan tercipta, maka teruslah belajar supaya safety akan menjadi nilai yang terus melekat dalam diri semua orang”.tutupnya (Afifah Listiarina)
Post a Comment