Kantin Kejujuran Penuh Ketidakjujuran
Berawal dari danus jadi usaha terus-menerus (Yuyun Risqa, 2015).
Mungkin quotes
tersebut menjadi harapan dari keberadaan danus (dana usaha) yang awal mulanya digunakan untuk memupuk jiwa entrepreneurship dari mahasiswa, dan di sisi lain digunakan juga oleh para organisatoris untuk menutupi kekurangan uang terkait acara yang akan diselenggarakannya karena keterbatasan uang dari fakultas.
Terlepas dari itu semua, keberadaan kantin kejujuran sebagai salah satu inovasi baru sistem danus, kini telah merambah hampir disemua fakultas di Undip, tak terkecuali di FKM. Namun munculnya kantin kejujuran ini justru menimbulkan
masalah baru.
Diantaranya,
keberadaan danus disetiap sudut kampus, tidak dalam satu tempat yang sama, dan menimbulkan kesan berantakan dan kumuh. Untuk itulah, sekarang khusus di FKM tempat danus dipusatkan di gazebo. Pun
sebenarnya kesan berantakan dan kumuh itu tetap tergantung dari kesadaran mahasiswanya. Kemudian yang
paling fenomenal adalah seringnya para danus-ers mengalami kerugian, baik itu kekurangan uang ataupun danus habis tapi uangnya tidak ada sama sekali.
Menanggapai permasalahan tersebut, Devita, selaku kepala bidang KWU BEM FKM
menuturkan bahwa itu merupakan resiko dari kantin kejujuran dimana kehilangan uang pasti ada, untuk yang hilang sama sekali pihaknya selaku penanggungjawab kewiarusahaan di lingkungan
FKM tidak biasa berbuat apa-apa.
Pada awalnya memang semua mahasiswa baik dari dalam maupun luar FKM, dari danus organisasi maupun danus pribadi bahkan danus dari luar Undip diperbolehkan untuk masuk di lingkungan FKM. Namun akhir-akhir ini bidang Kewirausahaan BEM FKM telah mengeluarkan peraturan baru bahwa yang boleh danus hanyalah mahasiswa FKM dan itu merupakan danus untuk acara organisasi.
“Ini merupakan satu langkah lain dalam menanggulangi permasalahan danus kantin kejujuran yang ada di FKM.
Tentu peraturan ini juga bukan murni dari kami dan bukan untuk membatasi jiwa entrepreneurship
mahasiswa,
melainkan arahan langsung dari pihak dekanat, Bu Martha selaku PD III, setelah mengumpulkan semua ketua lembaga dan pihak BEM, yang akhirnya disepakatilah siapa saja yang berhak danus di lingkungan FKM”,
tutur Devita.
(1/12)
Hal itu segera ditindak lanjuti oleh KWU BEM FKM dengan membentuk tim untuk memantau keberjalanan dari peraturan tersebut. Selanjutnya untuk kekurangan uang, pihak dekanat juga telah mengarahkan untuk menggunakan kotak tabungan dengan kunci gembok dan ditempel di kotak danusnya, sehingga tidak tertukar dengan kotak uang danus lain. Konsekuensi dari arahan ini, tiap mahasiswa harus membayar dengan uang pas ketika akan membeli danus.
Selain itu pihak KWU BEM juga menawarkan bagi mahasiswa yang tetap ingin danus individu dengan sistem kerjasama. “Jadi kami
menerima danus dititpkan keruangan BEM, yang tentu ada sistem bagi hasil dan tidak semua danus kami terima,
tergantung prioritas serta mengingat kapasitas ruangan KWU BEM yang
kecil”, kata Devita. (1/12)
Akhirnya permasalahan ini sebenarnya kembali lagi kepada mahasiswa. Kesadarannya dalam menjaga kebersihan lingkungan FKM dan jujur dalam melakukan setiap hal dimana merupakan salah satu karakter mahasiswa (yang katanya)
kaum inteletual.
“Untuk para danus-ers harapannya terus kembangkan jiwa wirausaha kalian,
tingkatkan kreativitasnya,
tentu dengan tetap open
mindset bahwa untuk mencari uang tidak hanya danus jalannya. Aturan bukan dibuat untuk membatasi, kami
menjembatani jika ada aspirasi yang ingin disampaikan kepihak dekanat”, begitulah pesan Devita untuk para danus-ers.(Vina, Santya)
Post a Comment