Wisata Ilmi bersama Ustadz Felix Siauw: Menjadi Muhammad Al-Fatih di Era Milenium
Photo: Khairil Ardhi |
Kajian
rutin Wisata Ilmi yang diselenggarakan Rabu (05/10) sore oleh Masjid Kampus
UNDIP kali ini memiliki tamu spesial. Datang dari ibukota
mengemban tugas dakwah, Ustadz Felix Yanwar Siauw yang juga dikenal sebagai
penulis ini disambut oleh ratusan mahasiswa.
Ustadz
kelahiran Palembang ini adalah seorang mualaf yang memiliki beberapa karya yang
sangat fenomenal, salah satunya berjudul Muhammad Al-Fatih 1453. Menitikberatkan
pada pemuda, Felix Siauw mengajak para jamaah untuk flashback ke masa silam. Ia bercerita sesosok pemuda yang hidup di
zaman imperium terbesar di dunia
yaitu konstantinopel. Pemuda berusia 21 tahun tersebut mampu menaklukkan Konstantinopel
dengan strategi perangnya. Ia bernama Muhammad II bin Murad yang diberi gelar Al-Fatih
(Sang Penakluk).
Sejak
kecil Al-Fatih dididik oleh seorang ulama pilihan, Syaikh Aaq Syamsuddin yang
banyak mengajarkannya banyak disiplin ilmu hingga Al-Fatih tumbuh menjadi
remaja yang memiliki kepribadian unggul. Dia juga seorang sosok yang salih
dengan tidak melewatkan satu malam pun untuk menunaikan shalat malam, yaitu
tahajud.
Pribadi
Al-Fatih yang berani, berjiwa pahlawan, cerdas, salih dan berprestasi ini dia
dapatkan berkat metode “Character Building” yang diberikan oleh Syaikh
Aaq Syamsuddin. Lewat cerita dan kisah para penakluk, kisah syahid dan mulianya para mujahid, pembelajaran bukan lagi “Transfer
of Knowledge” yang hanya mengedepankan aspek pengetahuan.
Sejarah
mencatat 3.000 pasukan dibawah naungan Al-Fatih mampu mengalahkan 10.000
pasukan koalisi (pasukan Ahzab) yang mustahil pada waktu itu. Ia menyadari bahwa dengan cara yang biasa dan
konvensional, dia tidak akan dapat menaklukan Konstantinopel. Oleh karena itu
ia bersinergi dengan seorang ahli senjata dari Hungaria yang memiliki rancangan
senjata baru dan modern pada saat itu untuk meruntuhkan pertahanan terbaik
Konstantinopel. Selain itu ia sadar bahwa untuk menaklukan Konstantinopel
memerlukan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan, “sehebat-hebat amir (panglima perang) adalah
amir-nya dan sekuat-kuat pasukannya adalah pasukannya”(hadits Rasulullah saw).
Oleh karena itu dia pun membentuk pasukan yang dinamakan Janissaries yang dipersiapkan khusus untuk penaklukan
Konstantinopel.
Pelajaran
yang dapat diambil dari Al-Fatih adalah perubahan besar yang ingin dicapai
adalah suatu keharusan untuk mencapainya. Meyakini apa yang telah diusahakan
dan tetap menegakkan syariat, maka kemenangan akan segera diraih. Dan satu
pesan terakhir, jika ingin mengubah sesuatu jadilah sosok pembawa perubahan itu
sendiri!. (Oktavia Winarti)
Post a Comment