Desember Kini Berlanjut
Hari itu hukumnya wajib dinikmati,
begitu kata yang tak pernah dilanda keresahan pagi. Adapun baginya hari harus
segera diakhiri, begitu yang selalu dibayangi sejuta masalah kian menanti. Bagiku,
semua ajektiva itu relatif. Layaknya Desember tahun ini, kau tak bisa memihak
sebuah frasa pula kau tak bisa menentukan sebuah rasa.
Desember kini berlanjut lagi, Januari
tak nampak kau singgahi karena hari masih terus berganti. Kemarin kau bilang
Desember itu yang dinanti, esok hari kau benci bulan ini, bagaimana dengan esok
lusa dan seterusnya? Sayang sekali, kita ini bukan peramal. Membaca aura langit
saja tak bisa, bagaimana dengan rasa hati?
Ada yang ingin segera sudahi bulan
ini, mengawal tahun hidup baru katanya. Membuat perubahan besar, menjadi lebih
baik. Menuntaskan keinginan dalam kurun satu tahun yang dengan semangat
dijalani. Bagaimana ketika kau jalani?
Hidup itu seperti lantunan musik rock,
katanya. Intro yang menggebu, koda yang seharusnya berakhir sempurna. Akan tetapi
seseorang juga berkata, musik rock tidak selalu menggebu, begitu juga hidup.
Hidupmu tak selalu penuh dengan semangat, kau akan merasakan rintihan di tiap
bait yang mengalun seiring lagu. Ah, tap
kurasa hidup itu tak hanya mengacu pada satu genre music. Bisa kau maknai
sebagai music klasik? Atau music pop? Bukan hal besar mengenai metafora yang
lain karena setiap pronomina memilki pandangan yang tak dapat kau salahi.
Jadi jangan kau buat Desember sebagai
penutup yang menyedihkan sehingga kau ingin memulai Januari dengan
menyenangkan. Mana tau Januarimu akan lebih menyedihkan dari Desembermu yang
sudah terlewat? Jangan lupa bahagia, jangan jadikan tiap masalah yang muncul
dalam benakmu menjalar sampai pundak sebagai beban. Karena hidup tidak sekadar
hidup, bahagia tak semudah didapat kau pikirkan, dan kesedihan bukan hal kuat
yang bisa menghancurkan kebahagiaan.
Selamat
berbahagia sebelum tahun berganti dan selamat berbahagia ketika tahun baru
telah dimulai. (Zatidiniyah Islami)
Post a Comment