Hari Bumi : Down The Ego for a Better Eco
Sumber : Convident FKM Undip |
Minggu (22/4) pukul
19.00-21.30 bertempat di Selasar Mushola FKM Undip telah diadakan perayaan Hari
Bumi yang bertemakan “Down
the ego for a better eco” oleh mahasiswa Convident
2018 dan dihadiri oleh mahasiwa Calon Convident 2019, beserta
peminatan-peminatan lain yang ada di FKM Undip.
Acara ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat terutama mahasiswa Calon Convident 2019 untuk
mengurangi penggunaan plastik. Tujuan ini disampaikan oleh Arsyka sebagai Ketua
Forum Convident 2019 dalam sambutannya. Sesuai dengan tujuan dan temanya, acara
ini memiliki jargon dibuka dengan jargon “End
plastic polution, make revolution”.
Hal tersebut telah sesuai dengan
sejarah mengapa Hari Bumi itu di rayakan pada tanggal 22 April. Hari Bumi pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan
apresiasi dan kesadaran manusia terhadap planet yang ditinggali oleh manusia
saat ini yaitu bumi. Pertama kali dicanangkan oleh Senator Amerika Serikat,
Gaylord Nelson, pada tahun 1970. Dia adalah seorang pengajar di bidang disiplin
ilmu lingkungan hidup. Tanggal ini sebenarnya bertepatan dengan waktu musim
semi di daerah Northern Hemisphere pada belahan Bumi utara dan waktu musim gugur
pada belahan Bumi selatan.
United Nation (UN) atau PBB
memperingati hari Bumi sedunia pada tanggal 20 Maret yang merupakan sebuah
tradisi dari aktivis perdamaian John McConnell pada tahun 1969. Tanggal
tersebut merupakan hari dimana matahari berada tepat di atas khatulistiwa atau
dikenal dengan istilah Ekuinoks Maret. Saat ini hari bumi diperingati oleh 175
negara dan secara global telah dikoordinasi oleh Jaringan Hari Bumi atau Earth
Day Network.
Kemeriahan acara perayaan
hari bumi ini diawali dengan penampilan pentas seni dari Calon Convident 2019.
Penampilannya berupa drama musikal, perkusi, tari tradisional dan tari modern
dengan mengusung tema air, udara dan tanah.
Dari kelompok-kelompok Calon Convident 2019, dipilih satu kelompok dengan
penampilan terbaik. Kelompok ini mempersembahkan sebuah
drama musikal tema udara yang menceritakan tentang pemilik pabrik yang tidak
memikirkan efek kesehatan dalam memanajemen perusahaannya sehingga memproduksi
polusi-polusi yang merusak lingkungan sekitar dan mengakibatkan warga sekitar
serta pekerjanya terkena penyakit akibat kerja, dan ia mulai disadarkan oleh
suatu mimpi dimana oksigen sulit untuk
didapatkan sehingga ia sulit untuk bernapas dan pada akhirnya pemilik pabrik berusaha
untuk merubah sistem pabrik agar keadaan pabrik lebih safety dalam operasionalnya.
“Alhamdulillah senang dapet itu (penampilan terbaik), sudah
diapresiasi kerja kerasnya, latihannya, sebenarnya kami ngga punya impian buat
menang, melainkan untuk mempersembahkan apa yang kami bisa di acara Convident
2018.” kata Wikri Eko Putra, sebagai ketua dari kelompok penampilan terbaik saat diwawancara pada hari Senin silam (23/04/2018).
Dan tak kalah menariknya,
terdapat persembahan pentas seni drama musikal dari mahasiswa Convident 2018.
Di drama musikal ini bercerita tentang penggambaran kehidupan di tahun 2070, dimana kehidupan yang kacau akibat
ulah manusia dikehidupan sebelumnya. Dimana keadaan tanah hanya berisi timbunan
plastik-plastik, krisis air bersih, wajah terlihat lebih tua, meningkatnya
penyakit tidak menular, dan hanya dapat meminum air putih setengah gelas per
hari. Itulah penggambaran di tahun 2070.
Keadaan tersebut diakibatkan oleh generasi
sebelumnya yang mempunyai perilaku buruk seperti pemborosan plasik, membuang
limbah rumah tangga atau perusahaan tanpa melihat efek kedepannya. Dan pada
saat itu, sebenarnya mampu merubah kehidupan, namun tidak ada satupun agent of change yang bergerak untuk melakukan perubahan.
Drama
tersebut merupakan pesan dari tahun 2070, kerusakan lingkungan kebanyakan
disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri dan dampak negatifnya pun akan
dirasakan oleh manusia juga. Kesadaran masyarakat cederung menurun untuk
menjaga, merawat, serta melestarikan lingkungan hidup.
Upaya untuk
melestarikan lingkungan hidup tidak hanya tanggung jawab perorangan saja, akan
tetapi tanggung jawab dari semua pihak yang hidup di bumi ini.
Adanya hari
bumi ini diharap masyarakat mampu mengubah mindset dan perilaku manusia yang merusak lingkungan/alam menjadi perilaku yang
selalu cinta dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. (Auliya Afrikatun)
Post a Comment