Cari Tahu Lebih Banyak Terkait Represifitas di Negeri Ini
sumber : dokumen pribadi |
Ketika berbicara soal tindakan represif, alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu makna dari kata tindakan represif itu sendiri. Tindakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan atau tingkah laku. Sedangkan, arti dari kata represif menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menahan, menekan, mengekang, atau menindas. Jadi, tindakan represif bisa diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan cara menahan, menekan, mengekang, atau menindas orang lain. Di mana tindakan represif ini sering kali dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menjaga ketertiban umum saat aksi demonstrasi. Hal ini sendiri dapat dibuktikan melalui sejarah kasus - kasus tindakan represif yang telah sejak lama dilakukan oleh aparat keamanan yang mana dalam hal ini adalah aparat kepolisian.
Pesan-pesan demokrasi serta nilai-nilai pemajuan HAM di Tanah Air perlu terus digaungkan, terutama kepada aparat keamanan di tataran bawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jangan ada lagi aparat yang mempertontonkan sikap-sikap arogansi, intimidasi ataupun ancaman ketika berhadapan dengan masyarakat yang menyuarakan aspirasinya. Aparat harus paham bahwa dalam melaksanakan tugas pantang merampas kebebasan berpendapat warga negara. Pengetahuan aparat ini tidak hanya sekedar pasal-pasal hukum dan instruksi atasan, tetapi juga bagaimana menempatkannya dalam konteks demokratisasi dan penghormatan atas HAM.
Dari dulu hingga kini tindakan represifitas aparat kepolisian masih saja terjadi. Baru-baru ini tindakan aparat kepolisian kembali disoroti usai melakukan tindakan represif dan kesewenang-wenangan kepada mahasiswa ketika melakukan aksi di sejumlah daerah. Pada 2019 saja, tercatat tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat demonstrasi sebanyak 68 kasus. Penangkapan sewenang-wenang 3.539 korban, penahanan sewenang- wenang 326 korban dan penyiksaan sebanyak 474 korban.
Sebanyak 474 kasus tersebut terhitung dari kasus yang bisa Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) tangani, sedangkan YLBH sendiri baru ada di 17 provinsi belum mencakup seluruh provinsi di Indonesia. berikut daftar tindakan represif dan kekerasan yang pernah tercatat:
2019-2020
2021
- Kerusuhan 21-22 Mei 2012
Banyak beredar anggota yang memakai baju polisi melakukan kekerasan dan penganiayaan terhadap masa demonstran. Sebanyak 4 orang tewas karena peluru tajam dan 1 orang tewas karena hantaman benda tumpul. - Demonstrasi menolak Revisi KUHP dan Revisi UU KPK di Jakarta (#ReformasiDikorupsi)
Pada saat melakukan pengamanan aksi Polisi melakukan kekerasan setidaknya kepada 88 orang dan dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dan 2 orang menderita luka pada bagian kepala.
Tim Advokasi untuk Demokrasi menerima 390 Pengaduan korban kekerasan Anggota Polisi antara lain 201 korban merupakan mahasiswa, 50 korban merupakan pelajar, 13 korban berasal dari karyawan, 3 aduan kekerasan berasa dari pedagang, 2 aduan pegawai lepas 2, dan 1 aduan dari pengemudi ojek daring. - Pada Agustus 2020 saat Demonstrasi Menolak Omnibus Law
Beredar puluhan video brutalitas anggota polisi yang melakukan kekerasan terhadap demonstran, berdasarkan data pengaduan yang masuk ke Tim Advokasi Untuk Demokrasi terdapat 187 orang dibawa ke Polda Metro Jaya, berdasarkan informasi dari korban mereka mengalami kekerasan dari Anggota Kepolisian pada saat ditangkap. - Aksi kekerasan Polisi pada saat pengamanan demonstrasi juga mengenai Jurnalis
Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat 28 Jurnalis Alami Kekerasan Oleh Polisi saat meliput aksi masyarakat menentang UU Omnibus Law Cipta Kerja. - Penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI).
2021
- Pemanggilan Nining Elitos Ketua KASBI pasca Aksi IWD 2021
- Penangkapan dan Penetapan Tersangka 9 Peserta Aksi Hari Pendidikan Nasional
- Penangkapan, Penahanan dan Pemeriksaan 1 Paralegal dan 3 Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta oleh Polres Jakarta Selatan
- Penangkapan dan pemeriksaan atas 3 Paralegal PBHI Jakarta saat Aksi Menolak Rezim Junta Militer Myanmar
- Penghapusan dan Perburuan seniman yang membuat mural atau grafiti yang memiliki muatan kritik
- Penangkapan dan Penetapan Tersangka Dinar Candy
- Penangkapan Peternak di Blitar
- Penangkapan 10 Mahasiswa UNS
- Penangkapan 17 Aktivis Papua dalam aksi Roma Agreement
- Pembantingan ala smackdown terhadap mahasiswa di Tangerang.
- Pemukulan warga hingga terkapar di Deliserdang.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi di Indonesia cukup tinggi. Sejak 2002, Polri telah berubah menjadi institusi sipil. Aparat penegak hukum di Indonesia sering pasang benteng “perintah undang-undang untuk ketertiban umum” sebagai alasan untuk melakukan kekerasan dan represifitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa jurnalis di tahun 2020 pun, menunjukkan bahwa lebih dari 70% taruna memilih penempatan di reserse dan kriminal (reskrim) kemudian penugasan lalu lintas, intelijen dan samapta. Bahkan tidak ada taruna yang memilih tugas pembinaan masyarakat (bimas), hal ini menunjukkan paradigma pemolisian masih sangat kental dengan pendekatan penanganan keamanan.
Indonesia sebenarnya sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, UNCAT). Tuntutan penting UNCAT adalah bahwa aparat kepolisian (dan aparat militer) harus secara periodik dibekali keterampilan menangani masalah sosial, termasuk konflik dan demonstrasi, dengan tetap menghormati martabat orang serta mengharamkan penggunaan kekerasan dan penyiksaan Dii tahun 2011 Komite Menentang Penyiksaan suatu komite yang dibentuk untuk memantau UNCAT, telah merekomendasikan agar pemerintah Indonesia segera mengatur perbuatan penyiksaan dalam sistem hukum dan menambah konsep penganiayaan (ill treatment) dan konsep penyiksaan dalam aturan hukum.
Kejadian represifitas sering kali terjadi pada saat aksi demonstrasi maupun saat penangkapan massa aksi. Baru baru ini pada 13 Oktober 2021 terjadi tindakan represifitas yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian kepada mahasiswa yang sedang menyampaikan aspirasi di Kantor Bupati Tangerang dalam aksi HUT Tangerang. Lebih tepatnya terdapat oknum aparat kepolisian yang diketahui memiting leher serta membanting tubuh seorang mahasiswa hingga korban mengalami kejang dan dilarikan ke rumah sakit. Hal ini tentunya juga menarik perhatian dari Komnas HAM karena tindakan tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia dan sangat berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia. Namun, setelah kejadian tersebut viral dan diketahui oleh banyak masyarakat umum dari pihak kepolisian daerah Banten pun berujung merespon hanya dengan melontarkan kata maaf kepada korban. Namun, massa aksi terutama para mahasiswa sangat menyenangkan terkait respon yang telah diberikan oleh kepolisian daerah Banten dan berharap bahwa anggota kepolisian tersebut dapat ditindak secara tegas dengan semestinya.
Selain itu, juga terjadi tindakan represifitas lainnya akhir akhir ini tepatnya terjadi pada tanggal 21 Oktober 2021. Kejadian ini terjadi pada saat aksi demonstrasi terkait dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf di depan kantor DPRD NTB. Mahasiswa dipukul mundur lagi lagi oleh aparat kepolisian hingga mengalami luka-luka. Dari banyaknya massa aksi yang luka luka didapatkan juga laporan beberapa mahasiswa terkena pentungan dan salah satunya hingga menyebabkan kepalanya bocor dan berlumuran darah.
Berbagai kejadian kurang baik mulai dari represifitas, penyalahgunaan wewenang, sampai pada tindakan-tindakan kode etik yang dilakukan oleh para polisi yang telah lama terakumulasi, sepertinya tidak direspon dengan cara yang baik dan benar. Efek viral tagar #PercumaLaporPolisi yang dinaikkan oleh netizen Indonesia justru dibalas dengan dinaikannya tagar balasan yaitu #PolisiTaatProsedur.
Tak lama dari waktu naiknya tagar tersebut, justru viral sebuah video yang memperlihatkan seorang polisi membanting seorang demonstran yang merupakan seorang mahasiswa di Tangerang yang sudah dijelaskan juga pada poin di atas. Video yang viral tersebut seakan menidak validasikan klaim sepihak tagar #PolisiTaatProsedur yang diduga di-up oleh buzzer-buzzer.
Indonesia sebenarnya sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, UNCAT). Tuntutan penting UNCAT adalah bahwa aparat kepolisian (dan aparat militer) harus secara periodik dibekali keterampilan menangani masalah sosial, termasuk konflik dan demonstrasi, dengan tetap menghormati martabat orang serta mengharamkan penggunaan kekerasan dan penyiksaan Dii tahun 2011 Komite Menentang Penyiksaan suatu komite yang dibentuk untuk memantau UNCAT, telah merekomendasikan agar pemerintah Indonesia segera mengatur perbuatan penyiksaan dalam sistem hukum dan menambah konsep penganiayaan (ill treatment) dan konsep penyiksaan dalam aturan hukum.
Kejadian represifitas sering kali terjadi pada saat aksi demonstrasi maupun saat penangkapan massa aksi. Baru baru ini pada 13 Oktober 2021 terjadi tindakan represifitas yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian kepada mahasiswa yang sedang menyampaikan aspirasi di Kantor Bupati Tangerang dalam aksi HUT Tangerang. Lebih tepatnya terdapat oknum aparat kepolisian yang diketahui memiting leher serta membanting tubuh seorang mahasiswa hingga korban mengalami kejang dan dilarikan ke rumah sakit. Hal ini tentunya juga menarik perhatian dari Komnas HAM karena tindakan tersebut dianggap tidak sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia dan sangat berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia. Namun, setelah kejadian tersebut viral dan diketahui oleh banyak masyarakat umum dari pihak kepolisian daerah Banten pun berujung merespon hanya dengan melontarkan kata maaf kepada korban. Namun, massa aksi terutama para mahasiswa sangat menyenangkan terkait respon yang telah diberikan oleh kepolisian daerah Banten dan berharap bahwa anggota kepolisian tersebut dapat ditindak secara tegas dengan semestinya.
Selain itu, juga terjadi tindakan represifitas lainnya akhir akhir ini tepatnya terjadi pada tanggal 21 Oktober 2021. Kejadian ini terjadi pada saat aksi demonstrasi terkait dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf di depan kantor DPRD NTB. Mahasiswa dipukul mundur lagi lagi oleh aparat kepolisian hingga mengalami luka-luka. Dari banyaknya massa aksi yang luka luka didapatkan juga laporan beberapa mahasiswa terkena pentungan dan salah satunya hingga menyebabkan kepalanya bocor dan berlumuran darah.
Berbagai kejadian kurang baik mulai dari represifitas, penyalahgunaan wewenang, sampai pada tindakan-tindakan kode etik yang dilakukan oleh para polisi yang telah lama terakumulasi, sepertinya tidak direspon dengan cara yang baik dan benar. Efek viral tagar #PercumaLaporPolisi yang dinaikkan oleh netizen Indonesia justru dibalas dengan dinaikannya tagar balasan yaitu #PolisiTaatProsedur.
Tak lama dari waktu naiknya tagar tersebut, justru viral sebuah video yang memperlihatkan seorang polisi membanting seorang demonstran yang merupakan seorang mahasiswa di Tangerang yang sudah dijelaskan juga pada poin di atas. Video yang viral tersebut seakan menidak validasikan klaim sepihak tagar #PolisiTaatProsedur yang diduga di-up oleh buzzer-buzzer.
sumber : dokumen pribadi |
Belum lagi, tweet viral yang menghiasi internet dari seorang netizen bernama Fachrial Kautsar (twitter.com/@fchkautsar) yaitu “Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gaksih”, justru dibalas dengan pesan-pesan bernada ancaman dari oknum-oknum yang diduga juga bagian dari kepolisian. Tweet tersebut bukan hanya memberikan pesan bahwa masyarakat lebih nyaman dan mengapresiasi kinerja dan sikap mengayomi satpam BCA dibanding polisi, tetapi juga memberikan pesan bahwa polisi masih jauh dari klaim bahwa institusi tersebut sudah sepenuhnya bergerak sesuai prosedur, dan ya lagi-lagi, menjadi sebuah hal yang menidak validasikan klaim sepihak bahwa #PolisiTaatProsedur.
Semoga dengan banyaknya kejadian tak mengenakan yang telah terekam oleh sejarah bangsa maupun yang terjadi akhir-akhir ini, menjadi refleksi bersama khususnya institusi Kepolisian Republik Indonesia untuk berbenah, mengevaluasikan seluruh aspek yang dapat menjadikan kinerja dan niat mengayomi rakyat oleh institusi tersebut dapat menjadi lebih baik di waktu-waktu kedepannya. (BEM Sospol FKM Undip 2021)
DAFTAR PUSTAKA
Sapari A, Kurniati N. Gambaran Agresivitas Aparat Kepolisian Yang Menangani
Demonstrasi. J Ilm Psikol Gunadarma. 2008;1(2):98989.
Ramadhan, F.D. 2021. Mengapa Tindakan Represif Aparat Selalu Berkonotasi
Negatif?.https://kumparan.com/farhan-daffa/mengapa-tindakan-represif-aparat-selalu- berkonotasi-negatif-1utRSkKOJ8w (diakses pada tanggal 22 Oktober 2021)
CNN Indonesia. 2021. Daftar Panjang Tindakan Represif dan Kekerasan Polisi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211015061441-12-708062/daftar-panjang-tindakan-represif-dan-kekerasan-polisi (diakses pada tanggal 25 Oktober 2021)
Sapari A, Kurniati N. Gambaran Agresivitas Aparat Kepolisian Yang Menangani
Demonstrasi. J Ilm Psikol Gunadarma. 2008;1(2):98989.
Ramadhan, F.D. 2021. Mengapa Tindakan Represif Aparat Selalu Berkonotasi
Negatif?.https://kumparan.com/farhan-daffa/mengapa-tindakan-represif-aparat-selalu- berkonotasi-negatif-1utRSkKOJ8w (diakses pada tanggal 22 Oktober 2021)
CNN Indonesia. 2021. Daftar Panjang Tindakan Represif dan Kekerasan Polisi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211015061441-12-708062/daftar-panjang-tindakan-represif-dan-kekerasan-polisi (diakses pada tanggal 25 Oktober 2021)
Post a Comment