[Review Buku] Ikhlas Paling Serius : Tidak Ada Yang Baik-Baik Saja Setelah Kehilangan
Sumber : Google.com
Setiap
orang mungkin pernah merasakan tingkat sedih dan bahagia yang berbeda-beda,
dari sedih dan bahagia yang tingkatannya paling rendah hingga sedih dan bahagia
yang tingkatannya paling tinggi.
Selalu
berusaha tersenyum walau diam-diam meneteskan air mata, mencoba bertahan di
berbagai keadaan, dan menyimpan keyakinan bahwa waktu adalah aspek paling
berjasa untuk menyembuhkan segala luka.
Tapi
faktanya, obat penyembuh paling manjur adalah diri sendiri. Mulailah belajar ikhlas untuk
melepaskan, menerima luka, dan berbaik hati kepada diri sendiri demi mencapai suatu
kebahagiaan yang dinanti.
Tidak selamanya luka akan sembuh seiring
berjalannya waktu. Banyak orang yang luka batinnya tetap ada meskipun sudah
melewati sekian purnama. Bukan tanpa sebab, banyak hal yang menjadi alasan
mengapa waktu tidak mampu jadi penyembuh luka hati seseorang. Waktu memang
terus berjalan. Namun, jika masih larut dalam kenangan tentu peran waktu tidak
akan berarti bukan?
Buku
karya Fajar Sulaiman ini hadir untuk menjadikan obat atas kesedihan kalian.
Setidaknya bisa membuat pembaca tenang ketika membacanya karena ada banyak kata
motivasi untuk membangkitkan semangat yang mungkin telah hilang termakan
kesedihan.
Buku
ini bukan hanya tentang percintaan terhadap pasangan saja, buku ini juga relate
dengan keadaan kehilangan orang yang kita sayang. Mengajarkan kata “Ikhlas”
yang sebenarnya, ya meskipun kata “ikhlas” itu sendiri mudah diucapkan di
mulut, namun lain halnya di hati.
Yang
bisa mengobati kesedihan itu ya hanya diri kita sendiri, mau seperti apa dan
mau kemana kita membawa diri kita untuk mencapai tingkat bahagia. Karena
bahagia setiap orang tentunya berbeda-beda
Dalam
buku “Ikhlas Paling Serius” ini, Fajar Sulaiman membaginya menjadi tiga bagian,
Bagian pertama berjudul
“melupakan”, bagian kedua adalah “mengikhlaskan”, dan bagian ketiga diberi
judul “menemukan”. Pada bagian pertama, pembaca akan disuguhkan berbagai quotes
yang kebanyakan isinya adalah tentang melupakan seseorang yang pernah singgah
di hati kita, atau orang tersayang yang amat dekat dengan kita. Saat mengalami patah hati dan kehilangan, kita
pasti akan berusaha untuk melupakannya sebelum akhirnya belajar untuk
mengikhlaskan kepergiannya dari hidup kita. Walaupun terasa sulit, buku ini
akan membantu secara perlahan-lahan sampai kita berhasil merasakan ketenangan.
Pada bagian kedua, kita akan diajak untuk mengikhlaskan apapun yang sudah
terjadi serta menerima semua garis yang sudah ditetapkan dan direncakan oleh
Tuhan.
Pada bagian ketiga, kita akan belajar untuk
menemukan seseorang yang mungkin bisa menjadi pengganti si dia, atau menemukan
diri kita yang baru dengan versi yang lebih tenang setelah kehilangan. Tahap
ini bisa dibilang sebagai buah dari keberhasilan kita dalam melewati tahap
melupakan dan mengikhlaskan.
“Terkadang ada hal yang tidak bisa kita
paksakan untuk dipertahankan atau dimiliki. Dia dihadirkan di hidupmu bisa jadi
hanya untuk menguji seberapa gigih kamu berjuang, dan seberapa lapang hatimu
untuk merelakan. Karena percayalah, bahwa Tuhan lebih mencintaimu daripada dia
yang kamu cintai.
Pada akhirnya, aku pun hanya perlu terbiasa
tanpa kehadiranmu. Hingga tiba hari ketika aku terbiasa dan hatiku membaik.
Terima kasih telah memberiku kesempatan untuk memperjuangkan seseorang. Dan,
kau juga yang mengajariku cara untuk tahu; kapan waktu yang paling tepat untuk
aku harus benar-benar menyerah.
Dengan penuh kelapangan hati aku melepasmu.
Mengikhlaskanmu.”
Selain diksi-diksinya yang menggugah hati, Fajar Sulaiman juga berhasil
menghadirkan banyak ilustrasi gambar yang sangat mendukung dan membangun
suasana quotes di setiap halamannya, sehingga makna dari setiap quotes-nya akan
semakin mudah untuk dipahami.
Intinya, buku ini sangat cocok untuk menjadi penenang hati dikala kita
merasakan kehilangan. Bukan hanya penenang, tapi buku ini juga bisa melahirkan
diri kita versi terbaru, diri kita yang bisa menerima dan Ikhlas dengan takdir
Tuhan yang digariskan kepada kita.
(Mutiya)
Post a Comment