Peran Krusial Komunitas dalam Melawan Stigma dan Diskriminasi pada Kelompok Kunci dan ODHIV untuk Mencapai 3 Zero
Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa kasus baru HIV di Indonesia berjumlah 24.000 kasus pada tahun 2022. Tingginya kasus HIV di Indonesia bukan hanya tentang angka, melainkan tentang satu musuh yang sering terlupakan yaitu stigma dan diskriminasi. Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan infeksi HIV AIDS di Indonesia karena tingginya stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap populasi kunci HIV dan orang dengan HIV AIDS (ODHA). Stigma dan diskriminasi tidak hanya menyakiti secara emosional, tetapi juga membatasi hak-hak kelompok kunci dan orang yang hidup dengan HIV (ODHIV). Selain itu, populasi kunci juga akan merasa takut untuk melakukan tes HIV karena tidak siap menerima hasil HIV yang positif dan menyebabkan dirinya dikucilkan di masyarakat. Ruben seorang koordinator lapangan PKBI Kota Semarang yang terlibat dalam penjangkauan di populasi kunci, menjelaskan bagaimana stigma dan diskriminasi menjadi hambatan dalam penanggulangan dan pencegahan HIV. “Masih banyak stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap populasi kunci, itu menjadi kendala kita sebagai outreach worker untuk mengajak mereka agar melakukan tes rutin, yang akan berdampak pada pencegahan penularan dan penanggulangan HIV,” ungkapnya.
Seiring kehidupan dunia yang terus berubah, kemajuan dalam berpikir sangat diperlukan untuk melawan ketidakadilan ini. Para aktivis HIV serta komunitas pendukung bersatu memperkuat upaya untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap kelompok kunci dan ODHIV, menyediakan tempat yang aman dan jauh dari tatapan penghakiman. Komunitas pendukung ODHIV menjadi garda terdepan dalam perang melawan stigma dan diskriminasi. Komunitas memberikan peluang kesadaran melalui pendidikan dan kampanye informasi tentang HIV AIDS yang menjangkau berbagai tingkat masyarakat. “Sebagai pendamping kita perlu mengingatkan juga mengedukasi ke masyarakat bahwa yang perlu dijauhi itu virusnya bukan orangnya,” ucap Alid seorang pendamping populasi kunci dan ODHIV. Masyarakat perlu menyadari dan memahami bahwa HIV bukan penyakit kutukan atau bahkan penyakit orang yang tidak bermoral, melainkan HIV penyakit yang dapat diatasi. Sehingga, para ODHIV mendapatkan hak-hak kehidupan yang sama dan populasi kunci dapat memperoleh akses pencegahan HIV yang bebas dari pandangan atau penilaian negatif dari orang lain.
Komunitas di Indonesia mengambil langkah inovatif dengan membentuk Warga Peduli AIDS (WPA) dalam mengubah paradigma HIV AIDS yang bertujuan untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan populasi kunci. Komunitas ini berperan dalam membangun kesadaran, dukungan, dan advokasi untuk ODHA. WPA bergerak sebagai agent of change untuk memecahkan mitos HIV AIDS dan meningkatkan dukungan untuk para ODHA. Komunitas ini bersatu untuk memperjuangkan hak-hak ODHA untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik. Komunitas yang peduli ODHA dan populasi kunci memiliki peran penting dalam perjuangan untuk menuju Three Zero, bersatu untuk mencapai Indonesia bebas AIDS 2030. Kita semua dapat berperan untuk menjadi masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli karena setiap individu memiliki hak untuk diterima dan dihargai, tanpa terkecuali.
Oleh: Aisyah Nabila Zahra, S.K.M.
Post a Comment