Masukkan iklan disini!

Berita Duka Cita: Demokrasi Dikremasi Ketika Sedang Mati Suri

Sumber: Dokumentasi Pribadi


   Menjelang Pilkada 2024, Jokowi dan kroni-kroninya kembali merusak demokrasi demi melanggengkan sebuah politik dinasti dan kekuasaan yang abadi. Tagar KawalPutusanMK dan peringatan darurat marak masifkan di media-media sosial pasca dibacakannya putusan MK terkait Pilkada. Merdeka dari penjajah bukan berarti merdeka dari nepotisme dan oligarki!

NEGARA INI BUKAN PUNYA MBAHMU ATAU KRONI-KRONIMU!

    Semua ini bermula ketika putusan MK terkait ketentuan Pilkada yang mewajibkan calon peserta Pilkada berumur 30 tahun ketika mendaftarkan diri menjadi peserta. Putusan MK tersebut dinilai dapat menjegal langkah dari anak sang penguasa untuk maju di Pilkada Jateng 2024 ini. Dengan segala kuasa dan keegoisannya, DPR melakukan penolakan dan ingin merevisi UU Pilkada tersebut dengan tujuan agar sang anak penguasa dapat maju di Pilkada dan melanggengkan kekuasaannya. Enaknya punya bapak penguasa, kerjaan pun dicarikan. Sedangkan rakyat kecil dipersulit syarat-syaratnya ketika ingin bekerja demi menghidupi keluarganya.

    Keputusan DPR yang ingin merevisi UU ini tentu menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Mereka menganggap bahwa DPR sudah tidak lagi sesuai dengan namanya, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat yang sudah seharusnya mewakili suara-suara rakyat. Akan tetapi, mengapa DPR terkesan mendukung dan melancarkan keinginan sang penguasa untuk menjalankan politik dinasti? Ingat! Hukum ada untuk ditaati, bukan diakali.

KATANYA NEGARA DEMOKRASI, RAKYATNYA MENYAMPAIKAN ASPIRASI KOK DIREPRESI?

    Sebagai warga negara yang tidak ingin demokrasi di negaranya hancur karena sang penguasa yang tidak ingin kehilangan jabatan dan mandatnya, tentu tidak hanya tinggal diam. Para mahasiswa turun ke jalan demi menegakkan demokrasi yang sudah hampir mati. Mereka menginginkan demokrasi di negara ini kembali ditegakkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan secara tegas menolak adanya politik dinasti. Akan tetapi, ketika aksi mereka mendapatkan represi dan perlawanan dari aparat yang menganggap para mahasiswa melakukan tindakan anarkis. Mereka ditembaki gas air mata tanpa adanya peringatan terlebih dahulu yang menyebabkan banyak dari mahasiswa menjadi korban dan mendapatkan penanganan medis. Katanya mengayomi, kok malah memukuli? Bahkan, ketika para mahasiswa sudah dipukul mundur dan sudah banyak korban berjatuhan, mereka yang dikatakan ‘oknum’ tetap saja menembakkan gas air mata yang menambah kekacauan dan korban.

DARI RAKYAT UNTUK RAKYAT

    Memang sudah seharusnya pejabat dan aparat negara berpihak dan membela rakyat yang benar. Jangan sampai hanya karena dijanjikan harta dan tahta mereka malah tutup telinga terhadap apa yang rakyat utarakan. Perlu diingat bahwa politik harus tunduk terhadap hukum, bukan sebaliknya. POLITIAE LEGIUS NON LEGES POLITII ADOPTANDAE. Jangan sampai merubah hukum yang ada hanya demi melanggengkan manusia yang haus akan jabatan dan kekuasaan. PANJANG UMUR PERJUANGAN!


HIDUP MAHASISWA!

HIDUP RAKYAT INDONESIA!

HIDUP PEREMPUAN YANG MELAWAN!



No comments